SEJARAH
SINGKAT BHAYANGKARI
Bhayangkari
merupakan organisasi istri Polri yang
lahir atas gagasan Ny. HL. Soekanto pada tanggal 17
Agustus 1949 di Yogyakarta, dan sebagai ketua
pengurus besar dijabat oleh Ny. T. Memet
Tanumidjaya.
lahir atas gagasan Ny. HL. Soekanto pada tanggal 17
Agustus 1949 di Yogyakarta, dan sebagai ketua
pengurus besar dijabat oleh Ny. T. Memet
Tanumidjaya.
Pada tanggal 19 Oktober 1952,dilaksanakan konferensi
istri polisi yang dihadiri oleh 27 perwakilan daerah,
dimana telah diputuskan untuk bersatu dalam gerak
perjuangan melalui wadah tunggal organisasi
persatuan istri Polri Bhayangkari dan tanggal tersebut
ditetapkan pula sebagai Hari Anak-Anak Kepolisian.
Berselang empat tahun diadakan kongres kedua pada
tanggal 25 Desember 1956, telah disahkan Cupu Manik
Astagina sebagai lambang Bhayangkari.
Kongres ketiga dilaksanakan tahun 1959, pada
kesempatan tersebut disahkan Himne Bhayangkari
gubahan RAJ. SUDJASMIN dengan syair oleh Ny. SA.
Legowo.
Kongres kelima tahun 1963 menetapkan bahwa
tanggal 19 Oktober 1952 merupakan Hari Kesatuan
Gerak Bhayangkari .
Pada tanggal 15 April 1964 istri ketiga angkatan dan
Polri bergabung dalam satu wadah organisasi yang di
sebut Dharma Pertiwi, dimana pada waktu itu terpilih
sebagai ketua adalah Ny. B. Soewito dari Bhayangkari,
sedangkan Mars Bhayangkari disahkan pada rapat
kerja dewan pimpinan Bhayangkari pada tahun 1970
di Jakarta.
Sesuai kebijaksanaan pimpinan Hankam tentang
organisasi ABRI tahun 1971 terjadi perubahaan corak
kepemimpinan dari tidak fungsional menjadi
fungsional, Ketua Umum Bhayangkari pertama yang
secara fungsional dijabat oleh Ny. Muhammad Hasan.
Tahun 1974 pada Musyawarah usat Bhayangkari IX,
sebutan persatuan potensi wanita polri Bhayangkari
berubah menjadi Persatuan Istri Anggota Polri
Bhayangkari dan merupakan organisasi ekstra
struktural yang berada dibawah pembinaan Polri.
Bhayangkari dari tahun ke tahun terus berkembang
dalam menjalankan roda organisasinya yang selalu
bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga serta
membantu tugas-tugas Polri.
Dan dengan adanya reformasi pergantian
kepemimpinan nasional tahun 1998, Polri pun ikut
mereformasi diri, serta adanya tuntutan dari rakyat
agar Polri pisah dari ABRI berdasarkan instruksi dari
Presiden No. 2 tahun 1999 dan sementara dibawah
Menhankam.
Pada tanggal 22 Juni 1999 diadakan Musyawarah
Nasional Dharma Pertiwi IX, pada Munas itu secara
resmi Bhayangkari pisah dari Organisasi Induk
Dharma Pertiwi.
Setelah melalui proses kemandirian Polri, maka pada
tanggal 1 juli 2000, sesuai Keputusan Presiden RI
Nomor 89 tahun 2000 tentang kedudukan Kepolisian
Negara Republik Indonesia berada langsung dibawah
Presiden Republik Indonesia, dan Bhayangkari pun
lansung dibawah pembinaan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Dengan adanya tuntutan reformasi,guna
ditegakkannya supremasi hukum dan Polri Mandiri,
maka pada tanggal 25 april 2001 dengan keluarnya
Kepres No. 54 tahun 2001 dimana jabatan Waka Polri
ditiadakan, dan berubah menjadi Sekjen Polri
kemudian pada tanggal 21 Juni 2001 keluar kembali
Kepres No. 77 tahun 2001 tentang diadakan kembali
jabatan Waka Polri, namun tidak berjalan lama dan
mengalami perubahan lagi,sehingga keluar pula
Kepres No. 97 tahun 2001 tentang pencabutan
kembali stuktur jabatan Waka Polri. Karena adanya
tuntutan kepentingan tugas, dengan Kepres No.
70/2002 tanggal 10 Oktober 2002 tentang organisasi
dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia,
maka diadakan validasi Polri.
Hal ini tentunya mempengaruhi struktur Organisasi
Bhayangkari, sehingga untuk kepengurusan di
Pengurus Pusat Bhayangkari menghapus jabatan
Ketua Harian Bhayangkari dan membentuk sekaligus
mengangkat Wakil Ketua Umum Bhayangkari.
Dari tahun ke tahun Bhayangkari selalu meningkatkan
kemampuan dalam berorganisasi yang sejalan dengan
kemajuan jaman dimana langkah dan kiprah
Bhayangkari selalu mencerminkan kemajuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tekad
yang tulus untuk menjadi suri tauladan dan panutan
bagi keluarga dan masyarakat.
Bhayangkari Kabupaten Bantaeng - Sulawesi Selatan